Strategi Kotor Yahudi di Jerusalem

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
Share on email
Share on weixin

Oleh: Mansyur Alkatiri

Majalah UMMAT Thn. I No. 1, 10 Juli 1995 / 12 Shafar 1416 H

Israel memang menunda rencana perampasan 53 hektar tanah Palestina di Jerusalem Timur. Namun dengan pelan tapi pasti, Israel tengah membersihkan orang Arab dari Kota Tua itu. ‘Jerusalem Raya’, salah satu proyeknya.

“Keluar orang-orang Arab!”,  “Jerusalem milik kami”.
 
Hampir setiap pagi, di Jerusalem Timur, para pedagang Palestina menemukan grafiti seperti itu, dalam bahasa Ibrani, di pintu toko-toko mereka. Di sudut lain Kota Tua itu, sebuah tembok bergambar Masjidil Aqsa dengan tulisan Allah dan Nabi Muhammad di samping kanan dan kirinya, tak luput dari tangan jahil Yahudi. Lambang Bintang Daud dan tulisan Ibrani merusak gambar dan nama-nama suci tersebut.

Inilah cara baru warga Yahudi Israel menampakkan sikap tegasnya: Jerusalem adalah milik Israel. Padahal, menurut kesepakatan Oslo yang ditandatangani pemimpin PLO Yasser Arafat dan PM Israel Yitzhak Rabin dua tahun lalu, status akhir kota Jerusalem baru akan dibicarakan mulai tahun 1996. Namun, sama seperti sikap warganya, hampir mustahil Israel mau melepaskan kota bersejarah ini. Berbagai upaya pun ditempuh untuk terus mengangkangi Kota Tua Jerusalem Timur.

Akhir April lalu, tiba-tiba saja Rabin mengumumkan rencana pembangunan pemukiman Yahudi di Jerusalem Timur. Yang jadi persoalan, 53 hektar dari tanah calon pemukiman Yahudi itu ternyata adalah milik orang-orang Arab. Segera saja pihak Arab berang, dan Dewan Keamanan PBB pun mengadakan sidang. Tujuannya, mengeluarkan resolusi yang mengecam perampasan itu dan menuntut Israel segera membatalkannya. 14 negara setuju, namun AS memvetonya. Sekali lagi ini menimbulkan kemarahan besar.

Israel akhirnya memang menunda pelaksanaan rencana pencaplokan tanah Arab ini. Namun ini tak berarti usaha merebut Jerusalem berhenti. Kini Israel berusaha meneruskan niatnya dengan pelan-pelan. Dengan meminjam teknik Serbia memusnahkan Muslim Bosnia: pembasmian etnis.

Memanfaatkan sisa waktu 1 tahun, sebelum Mei 1996, pemukiman Yahudi semakin banyak dibangun di wilayah yang ditentukan Israel sebagai ‘Jerusalem Raya’–justru setelah tercapai kesepakatan Oslo.

Menurut laporan Arab Studies Society yang berbasis di Jerusalem Timur, sejak disetujuinya perjanjian Oslo, Israel telah merampas 61.000 dunum (kurang lebih 7.000 hektar) tanah dan menebang 28.000 pohon di Wilayah Pendudukan Tepi Barat dan Jalur Gaza. Mungkin Israel berhitung, ketika perundingan mengenai status Jerusalem dimulai, penduduk Yahudi harus sudah menjadi mayoritas mutlak dan Israel bisa menawarkan suatu referendum.

Saat ini jumlah penduduk Yahudi di Jerusalem Timur sudah melebihi warga Arab, 160.000 berbanding 155.000 jiwa. Bangsa Yahudi tetap menjadi mayoritas bila digabungkan dengan Jerusalem Barat dan wilayah Tepi Barat yang masuk dalam rencana Jerusalem Raya, yaitu sekitar 52 persen.

GERBANG TIMUR JERUSALEM

Wilayah Jerusalem sendiri, dengan program sistematis perluasan perbatasannya, nantinya akan meliputi 28% dari seluruh Tepi Barat, dengan luas sekitar 1.250 km persegi. Proyek ini diyakini merupakan bagian dari rencana utama zionisme, menciptakan Pax Israelana. Jerusalem sebagai pusatnya.

Tapi tak ada wilayah yang diambil alih dengan begitu menyolok seperti Kota Tua (Old City). Kota yang dikelilingi oleh tembok kuno dan dipenuhi jalan dan lorong padat, berabad-abad menjadi ciri khas ke empat sektornya, yaitu sektor Muslim, Armenia, Kristen dan Yahudi. Di sektor Muslim berdiri megah Al-Masjidil Aqsa, kiblat pertama umat Islam. Tapi saat ini garis-garis itu telah dirusak oleh kaum Yahudi Israel. Keempat sektor di atas disatukan menjadi sebuah kota Yahudi.
 
Banyak tempat di sektor Muslim yang dibuldoser untuk kepentingan pemerintah pendudukan Israel. Penduduk Arab Muslimnya dipindahkan. Dan ketika mereka menuntut, Mahkamah Agung menjawab, diskriminasi terhadap penduduk Palestina ini sah dan patut demi alasan politik dan keamanan.

Akibatnya, Kota Suci ini telah dikelilingi daerah-daerah Yahudi, dan  warga Arab di Jerusalem Timur terisolir dari mereka yang tinggal di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Sungguh kontras dengan situasi sebelum 1945, ketika Israel belum lahir, dimana sektor Yahudi Jerusalem seperti sebuah pulau yang terisolir, dikelilingi desa dan kota-kota Arab.

Pemerintahan Rabin juga tengah merampungkan proyek jalan bebas hambatan yang memakan biaya sekitar 600 juta dollar AS, dan diam-diam terus mencaplok tanah serta menghancurkan harta milik warga Palestina, termasuk rumah dan tanah pertanian.

Selain menyatukan pemukiman-pemukiman Israel, jalan-jalan tol ini juga berfungsi memecah Palestina menjadi enam bagian. Keenam wilayah ini adalah Jalur Gaza yang dibelah menjadi dua bagian, lalu  Nablus dan Jenin, Hebron, Ramallah, dan Jerusalem Timur. Dua bagian Jalur Gaza sendiri dipisahkan oleh markas angkatan bersenjata Israel (IDF) di pusat pemukiman Netzarim.

WARGA PALESTINA DI JERUSALEM TIMUR. Rumah-rumah mereka dirampas dan dihancurkan pemerintah penjajah Yahudi Israel

Masih ada cara lain pembersihan etnis Arab dari Jerusalem. Misalnya, seorang wanita Palestina Jerusalem yang kawin dengan pria dari Tepi Barat dapat dibatalkan kartu identitas berwarna birunya. Padahal kartu biru merupakan bukti bahwa ia penduduk asli Jerusalem.

Banyak warga Palestina ditolak haknya untuk bertempat tinggal di tempat kelahirannya di Jerusalem. Penduduk Tepi Barat lainnya memperoleh kartu identitas berwarna kuning. Pemegang kartu kuning yang akan masuk ke Jerusalem untuk bekerja, berbelanja, kunjungan keluarga, alasan-alasan agama dan kesehatan harus mengantongi izin khusus yang seringkali pula ditolak.

Bila seorang Arab Jerusalem akan mengganti kartu penduduk yang habis masa berlakunya, ia harus menunjukkan bukti kartu lamanya. Bila hilang, warna kartu kontan akan diubah. Ini berarti, ia bukan warga Jerusalem lagi.

Tel Aviv juga membebani warga Arab Palestina dengan pajak yang cukup tinggi, agar mereka tak kerasan tinggal di Jerusalem. Sebaliknya, para pemukim Yahudi di kota yang sama dibebaskan dari kewajiban membayar pajak selama lima tahun. Lagipula, hanya 2 sampai 12 persen pajak yang dibayar para pedagang dan pemilik rumah Palestina yang dipergunakan untuk kepentingan warga Palestina.

Ada cara agar terbebas dari kesulitan ini, yaitu melakukan naturalisasi, menjadi warga negara Israel. Tapi seperti dikatakan oleh seorang pengusaha Palestina, “ketika  negosiasi status final Jerusalem akan dimulai, Israel bisa berkata, ‘Lihat, tak ada yang perlu dibicarakan. Rakyat ini adalah warganegara Israel'”. Lantas, bagaimana sikap Arafat nanti di bulan Mei 1996. Konsesi lagi?

Yang jelas, di depan sidang parlemen 15 Mei 1995 yang disiarkan langsung televisi, Yitzhak Rabin tegas mengatakan, “Pemerintah berkeyakinan, Jerusalem akan tetap bersatu dan menjadi ibukota abadi Israel, di bawah kekuasaan bangsa Israel, sebagaimana keinginan dan impian utama bangsa Yahudi. Jerusalem takkan menjadi subyek tawar-menawar. Pembangunan Jerusalem Raya akan tetap berjalan. Kami tak memberi komitmen apapun untuk membatasi perluasan Jerusalem.” Nah!

BACA JUGA:
Malcolm X, Pahlawan Kulit Hitam yang Kurang Dikenal
Perang Saudara di Somalia (Harian Suara Merdeka)
Kosovo, Target Serbia Berikutnya (Harian Suara Merdeka)

No comments
Leave a Reply

Kategori Tulisan

Arsip Tulisan

Subscribe Untuk Mendapat Info Terbaru

Twitter Feed