Menguji Ketulusan Ramos
Oleh Mansyur Alkatiri
Majalah UMMAT No. 11 Thn. I, 27 November 1995 / 4 Rajab 1416 H
Perundingan damai Manila-Moro terus bergulir di atas meja. Di lapangan, militer terus menekan Moro.
Apakah pemerintah Manila berniat tulus memberi otonomi bagi wilayah Muslim di selatan? Kebanyakan warga muslimin disana memang tetap meragukannya. Apalagi setelah minggu-minggu ini pemerintah menggelar tentara secara besar-besaran di dua kota yang dikuasai Front Pembebasan Islam Moro (MILF), Mindanao Tengah. Menurut seorang pemimpin gerilyawan MILF, penggelaran itu bisa membahayakan realisasi proyek jalan bebas hambatan Maguindanao-Lanao del Norte dan proyek eksplorasi minyak di kota Maguindanao.
“Hari demi hari, batas kamp-kamp kami semakin sempit. Kami tak bisa membiarkan hal ini terus berlangsung,” tegas Al Haj Murad, wakil ketua MILF.
MILF telah mengeluhkan meningkatnya kehadiran militer di kota Matanog, Barira, Buldon dan di Sultan sa Barongis di wilayah Maguindanao. Wilayah tersebut cukup kaya dengan gas dan minyak bumi. Sebuah perusahaan Malaysia, Carigali Petronas, baru saja mulai melakukan pengeboran di sana.
“Jika kehadiran militer ini terus berlanjut, kami akan terpaksa menanggapi. Ini bisa dianggap agresi,” ujar Murad.
Markas Divisi Infanteri Keenam Angkatan Bersenjata Filipina yang berpangkalan di dekat Distrik Awang mengatakan, gerakan para pejuang di markas utama MILF telah mengancam keamanan proyek-proyek pemerintah di wilayah tersebut. Operasi militer di Matanog dan sekitarnya dimaksudkan untuk memelihara perdamaian dan mempercepat selesainya proyek tersebut.
Namun penjelasan militer ini ditanggapi secara dingin oleh pihak MILF. “Penggelaran pasukan tidaklah membantu. Itu hanya menciptakan ketegangan dan melahirkan masalah besar seperti yang pernah terjadi di wilayah Malitubog-Maridagao, Cotabato Utara”, timpal Muhaguer Iqbal, kepala bagian penerangan MILF.
Pelaksanaan proyek jalan tol Lanao del Sur Maguindanao di bagian wilayah Malabang dan Matanog sempat tertunda disebabkan ancaman meletusnya konflik kekerasan antara gerilyawan MILF yang mengusai daerah itu dan militer. Proyek tersebut didanai dengan uang subsidi tahunan Wilayah Otonomi Muslim Mindanao (ARMM). Proyek tersebut rencananya akan diresmikan sendiri oleh Presiden Fidel Ramos. Niat ini diutarakan sendiri olehnya dalam perundingan damai Mindanao di Cagayan de Oro baru-baru ini.
Kamp Abubakar Sidik, markas utama komando MILF, terletak hanya beberapa kilometer dari tempat pemusatan pasukan pemerintah. Angkatan Bersenjata, menurut pengamat lokal, bisa jadi telah mengambil strategi keamanan model lama demi menjamin pembangunan fasilitas transportasi Malitubog-Maridago (Mal Mar), Cotabato Utara ini, yang menghabiskan biaya 60 juta dollar.
pertikaian yang belum lama ini meletus antara MILF dan militer pemerintah guna merebut kontrol atas Mal-Mar, telah menyebabkan pengungsian sekitar 15.000 penduduk sipil.
MILF mengancam, konflik Mal-Mar bisa berulang di Maguindanao bila presiden tak meninjau kembali strategi keamanan pemerintah di wilayah tersebut.
“Penggelaran besar-besaran tentara, tank dan meriam-meriam howitzer di wilayah itu telah mencapai tahap yang membahayakan”, demikian Murad memperingatkan. “Ini sama saja dengan pernyataan perang terhadap kami”, tambahnya. Ini ujian bagi Fidel Ramos, apakah ia benar-benar tulus memberi sedikit kebebasan bagi muslimin Mindanao.* (MA)
BACA JUGA:
Israel Bunuh Fathi Shaqaqi, Pemimpin Jihad Islam
Muslim Albania: Cemas di Tengah Perubahan
Pembunuhan PM Israel Yitzhak Rabin
[…] JUGA: Perundingan Damai Filipina-Moro Israel Bunuh Fathi Shaqaqi, Pemimpin Jihad Islam Muslim Albania: Cemas di Tengah […]
[…] kalangan militan Kristen sulit dipungkiri. Tujuan utamanya, mencegah pembentukan pemerintah otonomi Moro di Filipina Selatan, betapa pun kecil wilayahnya. Selain berusaha memojokkan aktivis Moro sebagai […]