Tarik Ulur Dengan Beruang Merah

Oleh: Mansyur Alkatiri

Majalah UMMAT, No. 5 Thn. I, 4 September 1995 / 8 Rabiul Akhir 1416 H

“Perang telah berakhir”, kata Usman Imayev, ketua tim perunding Chechnya, segera setelah menandatangani persetujuan dengan Rusia akhir Juli lalu. Tapi nyatanya, justeru karir Imayev sendiri yang berakhir. Ia diberhentikan oleh Presiden Republik Muslim Chechnya, Dzokhar Dudayev. Dudayev marah karena Imayev mau meneken kesepakatan dengan Rusia tanpa menyebut soal kedaulatan Chechnya. Dudayev menganggap Usman Imayev, mantan jaksa agung Chechnya, terlalu banyak memberi konsesi pada Rusia dan mengkhianati kepentingan bangsa Chechen.

Banyak orang meragukan persetujuan militer 30 Juli itu bisa  terlaksana baik. Sebab tak menyinggung status masa depan Chechnya. Padahal status negara mini di pegunungan Kaukasus inilah yang memicu serbuan brutal tentara Rusia, Desember tahun lalu. Masalah kedaulatan republik berpenduduk 1,2 juta ini akan dibicarakan kemudian dalam perundingan politik yang terpisah. Chechnya ingin Kremlin akui kemerdekaan mereka.

Presiden pertama Chechnya (Republik Ichkeria), Marsekal Dzokhar Dudayev

Tapi Moskow ngotot, Chechnya harus tetap menjadi bagian dari Rusia.Persetujuan militer itu meliputi penghentian pertempuran, penarikan bertahap pasukan Rusia dari Chechnya, perlucutan senjata pejuang Chechen dan tukar menukar tawanan perang. Berdasarkan persetujuan yang ditengahi oleh Organisasi Keamanan dan Kerjasama Eropa (OSCE) ini, para pejuang Chechen harus menyerahkan senjata mereka, dan di tiap desa akan dibentuk satuan-satuan beladiri yang masing-masing terdiri dari 25 orang. Mereka hanya diperbolehkan membawa senjata ringan.

Dudayev yang sebelumnya menolak, akhirnya menyetujui rumusan kesepakatan di atas. Tapi ia memilih Khodzhakhmed Yerikhanov, mantan menteri pendidikan, sebagai ketua delegasi Chechnya yang baru, menggantikan Imayev. Yerikhanov, yang sebelumnya duduk sebagai anggota dalam tim imayev, dipandang lebih keras dari Imayev dalam menyampaikan aspirasi bangsa Chechen. Dudayev berharap ketua baru ini mampu bersikap tegas dalam perundingan-perundingan mendatang, terutama yang membahas masalah kedaulatan Chechnya.  

Pelaksanaan perjanjian itu sendiri menemui banyak kendala di lapangan. Pertemuan yang membahas pertukaran tawanan, sering menemui jalan buntu. Pernah dalam satu pertemuan, Rusia menuntut pembebasan 54 tentara Rusia yang katanya ditawan pasukan Chechnya. Padahal Aslan Meskhadov, komandan militer Chechnya, merasa hanya punya 7 tawanan. Meskhadov lalu mengusulkan, kedua pihak agar membebaskan semua tawanan perang yang mereka punyai. Lalu, bersama-sama mencari lainnya. Tapi Rusia tak mau terima.

Rusia juga ingkar menepati janji dengan terus menggelar peralatan militer, sambil terus menuntut perlucutan pejuang Chechen. “Rusia telah menambah peralatan dan pos-pos militer disini”, protes Akhiad Idigov, anggota senior delegasi Chechen.

Menurut Idigov pula, sebuah pos militer Rusia telah memberondong konvoi kendaraan delegasi Chechnya beberapa waktu lalu, saat melakukan perjalanan antara desa Gekhi dan Valerik, di barat daya Grozny. Tapi tak ada yang luka dalam insiden itu. Beberapa hari kemudian, delegasi ini juga dihentikan di sebuah pos militer Rusia, dekat Roshni Chu, 60 kilometer baratdaya Grozny. “Rusia secara menyolok terus melanggar persetujuan dengan Chechnya”, kata Akhmed Zakayev, menteri kebudayaan Chechnya. Zakayev juga ungkapkan, Rusia masih saja menangkapi warga Chechen dari rumah-rumah mereka, yang kemudian ditahan di daerah yang dikuasai pasukan Rusia.

Damai?

Ibukota Chechnya, Grozny, dihancurkan pasukan Rusia di perang pertama (1995-1996)

Korban sudah banyak berjatuhan. Sekitar 30 ribu warga sipil Chechen tewas. Tak ada angka pasti korban di kalangan pejuang bersenjata Chechen. Tapi mungkin ribuan. Ibukota Grozny porak poranda. Perlu waktu lama dan miliaran dolar untuk membangunnya kembali. Rusia engakui kehilangan sekitar 1800 tentara. Tapi menurut laporan independen, angka itu bisa berlipat dua atau tiga kali.

Kendati sekarang suara tembakan kian jarang terdengar, perdamaian agaknya memang masih butuh waktu lama. Apalagi Presiden Rusia, Boris Yeltsin, mendapat tambahan semangat selepas keluar dari rumah sakit awal bulan ini. Mahkamah Konstitusional Rusia, membenarkan sikap Yeltsin yang menggunakan kekerasan dalam menghadapi ‘pembangkangan’ Chechnya. Bukan mustahil, Yeltsin bakal memanfaatkan ini untuk melancarkan kembali politik /pemusnahan bangsa Chechen/, yang belum tuntas dilakukan Stalin.

*****

BOX:

Semangat dan Hidayah Jihad Chechnya

Hidayah memang kadang tak terduga datangnya. Seperti yang terjadi pada diri Sultan dan Abdullah, dua orang pejuang Chechen ini. Sultan pernah setahun bertempur di Faizabad, Afghanistan, sebagai tentara Sovyet menghadapi mujahidin Afghan. Kini ia kembali ke kampung halamannya, berjihad melawan Rusia. Ia selalu berdoa, semoga Allah memaafkan masa lalunya di Afghanistan. Abdullah lebih menarik. Ia bekas tentara Rusia yang ditawan mujahidin Chechen ketika Rusia menyerbu negeri ini. Remaja berusia 17 tahun ini amat terkesan dengan kekhusyukan beribadah dan keramahan budi para pejuang Chechen yang menawannya. Dan ini membawanya kepangkuan Islam. Ia menjadi Muslim yang amat taat. Shalat lima waktu tak pernah tertinggal. Ia kembali ke medan tempur, tapi kali ini sebagai seorang mujahid, melawan bekas pasukannya sendiri.  

Kisah Sultan dan Abdullah diatas, dituturkan oleh Sulaeman Ahmer,  dari sebuah organisasi bantuan kemanusiaan Muslim Amerika, dalam Washington Report on Middle East Affairs. Ahmer mengunjungi beberapa kota Chechnya beberapa waktu lalu.  

Serbuan brutal pasukan Rusia nyaris menghancurkan seluruh kota-kota Chechnya. Rudal Grad yang ditembakkan dari truk-truk peluncur, ditambah aksi ‘pemboman karpet’ terhadap sasaran-saran sipil, telah menyebabkan kematian dimana-mana. Pasukan Rusia terbukti juga menggunakan bom-bom kimia. Bantuan kemanusiaan ditolak masuk ke wilayah yang dikuasai pejuang Muslim.

Hebatnya, semua ini tak membuat kecut nyali bangsa Chechen. “Perang adalah tamu yang kerap datang ke negeri kami”, ujar seorang pemuda Chechen santai. Separuh wilayah Chechnya adalah pegunungan dan masih berada di tangan mujahidin Chechen. Rusia hanya mampu menguasai kota-kota di dataran rendah.

Mujahidin Chechen dari seluruh pelosok negeri, bangga memakai ikat kepala bertuliskan kalimat syahadat. Diantara mereka ada “Batalion Islam” yang berkekuatan pemuda-pemuda gunung. Ada pula para veteran yang pernah bertempur di sisi Muslimin Abkhazia menghadapi tentara Georgia, atau berdampingan dengan rakyat Azerbaijan melawan agresor Armenia.

Semangat jihad terus membara di dada mujahidin Chechen. Mereka rajin shalat lima waktu. Dan seperti di Afghanistan dulu, ada juga cerita-cerita tentang para malaikat yang datang dan turut berperang di sisi mujahidin Chechen. Di beberapa wilayah yang dikuasai pejuang Muslim, syariah ditegakkan dan pengadilan Islam didirikan. “Hukum Islam di negeri kami merupakan jaminan pertolongan Allah. Allah bersama kami,” tegas Abdul Karim, seorang mujahid Chechen.     

“Katakan pada kawan-kawan kita di seluruh dunia. Allah telah membuka pintu-pintu sorga di Chechnya hari ini. Disinilah tempatnya berjihad!”, seru seorang komandan tempur Chechen.(MA)

By mansyur

7 thoughts on “Kesepakatan Damai Chechnya-Rusia?”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *