Napas Lega Penanam Budi

Oleh: Mansyur Alkatiri

Majalah UMMAT Thn. I No. 17, 19 Februari 1996 / 29 Ramadhan 1416 H

Sudah enam abad sejarah Muslim Polandia. Runtuhnya komunisme kini membawa hikmah.  

Kota pelabuhan Gdansk menyita perhatian internasional sejak awal 1980-an. Dari kota ini Lech Walesa, memimpin para buruh yang tergabung dalam serikat buruh bebas Solidaritas, memulai perjuangan melelahkan untuk mendepak sistem komunisme. Namun tak banyak orang tahu, bahwa kota ini juga menyimpan sejarah kegemilangan umat Islam.  Gdansk, yang semasa pendudukan Nazi Jerman diubah namanya menjadi Danzig, pernah menjadi pusat masyarakat dan militer Muslim.

Sejarah Islam di negeri ini bermula dengan kedatangan Muslimin Tatar dari Lithuania, sekitar enam abad lalu. Mereka diundang oleh penguasa setempat guna melindungi Polandia dari serangan Jerman, Rusia dan Swedia. Sehingga tak salah kalau ada yang menyebut, Polandia sesungguhnya berhutang budi pada Umat Islam.

Karena kesetiaan dan keberaniannya , orang-orang Islam ini mendapat hak-hak istimewa. Mereka memperoleh beberapa daerah di Polandia dan Lithuania guna membentuk komunitas Muslim.

MASJID DI DESA KRUSZYNIANY, DISTRIK GMINA KRYNKI. Salah satu monumen penting Islam di Polandia

Puncak kejayaan umat Islam di Polandia dicapai dalam abad ke-16. Kedudukan mereka kuat karena berada dibawah jaminan keamanan Khilafah Turki Usmani. Sementara itu, masa antara perang dunia (1918-1939), ketika Polandia menjadi negara merdeka, dapat dianggap sebagai masa kegemilangan kedua bagi umat Islam.

Pada akhir masa itu, Polandia menjadi tempat penampungan ribuan pengungsi muslim asal Kaukasus yang tengah dibantai diktator Sovyet, Joseph Stalin. Jumlah desa Muslim di Polandia ada 36 buah. Dan “Kesatuan Muslim” dalam tentara nasional Polandia memiliki ulama dan syaikh-syaikh khusus untuk memimpin shalat dan memberi bimbingan keagamaan.

Keadaan ini berubah total di tahun 1939 ketika Hitler dan Stalin menandatangani perjanjian tak saling serang Nazi-Sovyet. Kedua despot ini membagi Polandia menjadi dua. Mulailah masa penuh derita bagi umat Islam. Merekapun berontak membela kemerdekaan Polandia. Tanpa menghiraukan kekuatan besar Nazi dan Sovyet, muslimin Polandia bertempur heroik di bawah komando Ali Ziljavietsche. Sekitar seribu muslimin syahid, termasuk  Ziljavietsche sendiri.

Stalin marah besar. Pada hari Idul Fitri 1944, dalam satu hari saja, tentara Sovyet membakar 15 masjid yang penuh jamaah di Bijanstic dan Bovonski. Ia berdalih, muslim Polandia telah bekerjasama dengan Nazi. Sebuah tuduhan palsu mengingat kaum muslimin justru berperang sengit melawan Hitler, dengan korban jiwa cukup besar pula.

Kebrutalan kedua diktator Eropa itu telah menyebabkan kemerosotan drastis populasi muslimin Polandia. Kalau sebelum PD II, umat Islam berjumlah sekitar  150.000 jiwa, sekarang tinggal 20.000 jiwa. Padahal penduduk Polandia sendiri telah berlipat dua.

Selepas PD II, penderitaan umat Islam tidaklah berhenti. Partai Komunis yang berkuasa memberlakukan kebijakan ketat antiagama. Umat Islam baru bisa bernapas lega setelah runtuhnya komunisme. Mereka kini diperbolehkan menerjemahkan dan menerbitkan Alquran serta buku-buku ke-Islaman. Bebas pula bepergian ke negeri-negeri Islam.

Umat Islam saat ini terpusat di Kruszyniany. Dua buah masjid yang dibangun pemerintah Turki Usmani masih tegak berdiri. Rezim komunis pada awal kampanye antiagama telah mengubah kedua masjid menjadi museum. Tapi kini telah difungsikan kembali sebagai tempat ibadah.

Di lereng bukit dekat Kruszyniany terdapat pula taman pemakaman muslim. Di pintu masuknya, terpampang tulisan kalimat syahadat dalam huruf Arab, di bawah lambang bulan sabit dan bintang, bendera Khilafah Usmaniyah. Wilayah lain yang banyak dihuni Muslim adalah  Gdansk. Ada sekitar 2000 muslimin tinggal disini. Sebuah masjid baru telah dibangun Juni 1990.

Di Bialystok dan ibukota Warsawa juga tengah dibangun masjid yang sekaligus berfungsi sebagai Pusat Pendidikan dan Kebudayaan Muslim. Koordinasi atas umat Islam Polandia berada di tangan lembaga Uni Keagamaan Muslim. Dewan Tertinggi MRU saat ini dikepalai Stefan Mucharski.

Di sisi lain, Muslim Polandia juga menghadapi kesulitan tidak kecil. Banyak, khususnya mereka yang dewasa saat komunisme berjaya, tidak tahu lagi ajaran Islam. Terjadi banyak kawin campur dengan nonmuslim yang membuat anak-anak mereka terbagi dalam dua agama. Persoalan itu Insya Allah dapat teratasi dengan mendekatkan muslimin Polandia pada lingkungan umat Islam yang lebih luas.* (MA)

BACA JUGA:
MUSLIM ETHIOPIA, Mayoritas yang Dipinggirkan
Muslim Albania: Cemas di Tengah Perubahan
MUSLIM AS: Dirampas dan Dimurtadkan

By mansyur

9 thoughts on “Islam di Polandia”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *